- Oleh ;Timboel Soregar
 Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini sudah memasuki
 tahun keduabelas, sejak diluncurkan pertama kali tanggal 1 Januari 2014. Program
 JKN terus memberikan manfaat kepada Masyarakat sehingga masalah biaya
 Kesehatan tidak menjadi kendala bagi Masyarakat Indonesia secara umum. Tentunya
 dengan manfaat yang sudah sangat besar diberikan kepada rakyat Indonesia,
 Program JKN harus terus ditingkatkan. Permasalahan yang ada terus diselesaikan
 secara sistemik, baik dari sisi regulasi maupun implementasi termasuk peran
 pengawasan dan penegakkan hukum dari Pemerintah.
 Salah satu tantangan program JKN saat ini dan masa depan adalah memastikan
 akses pasien JKN ke fasilitas Kesehatan khususnya ruang perawatan lebih mudah
 dan pelayanan perawatan lebih layak. Usaha perbaikan layanan ke faskes yang lebih
 layak ini sesuai dengan amanat Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang
 mengamanatkan Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
 kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
 Peraturan Presiden no. 59 Tahun 2024 terkhusus pasal 46 ayat (7) mengamanatkan
 Kelas Rawat Inap Standa (KRIS), dan di Pasal 46A ayat (1)-nya mengamanatkan 12
 kriteria KRIS yang merupakan standar ruang perawatan di rumah sakit untuk mutu
 layanan medis dan keamanan pasien. Kehadiran KRIS dengan 12 kriteria tersebut
 adalah upaya untuk meningkatkan pelayanan nonmedis bagi pasien JKN, dan hal
 tersebut baik adanya.
 Namun permasalahan yang muncul dengan rencana pelaksanaan KRIS yang
 dilakukan secara utuh mulai 1 Juli 2025 adalah rencana pemerintah untuk
 menerapkan KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur (TT).
 Sehingga penerapan ini akan menghapus pelayanan ruang perawatan klas 1, 2 dan
 3 bagi peserta JKN.
 Setelah mempelajari konsepsi dan rencana implementasi KRIS Satu Ruang
 Perawatan dengan maksimal 4 TT tersebut, kami pengurus Serikat Pekerja/Serikat
 Buruh (SP/SB) di Tingkat Konfederasi dan Federasi menolak rencana Pemerintah cq.
 Kemenkes tersebut.
 Adapun alasan penolakan kami adalah :
 1. Pembahasan tentang KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 TT tersebut
 tidak pernah melibatkan Masyarakat dan terkhusus SP/SB sehingga rencana
 tersebut akan menurunkan kualitas layanan kepada pekerja/buruh dan
 keluarganya. Seharusnya dengan mengacu pada UU No. 13 Tahun 2022 tentang
 perubahan kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
 Perundangan, rencana penerapan KRIS tersebut harus melibatkan Masyarakat, da
 terkhusus SP/SB yang mewakili Pekerja/buruh Indonesia.*pr,/fen
 
                
 Google +
Google +  Facebook
Facebook